Rabu, 06 Juli 2016

Ulat & Ular di bulan Syawal (Sebuah Filosofi)

Subhanallah, gema takbir yang berkumandang di negeri ini. Alhamdulillah, kita telah diberi nikmat kesehatan dan kekuatan untuk menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Karena, tanpa nikmat darinya kita tak bisa berbuat apa-apa, lemah tak berdaya. Dan tidak terlepas dari semua itu, kita telah sampai pada hari ini, hari dimana semua orang bergembira merayakan kemenangannya yang diawali dengan mengumandangkan takbir, menunaikan ibadah sholat Id, dan bersilaturrahim ke sanak saudara. 

Hari raya idul fitri merupakan hari dimana semua muslim terlahir kembali, dalam keadaan bersih dan suci karena Allah telah mengampuni semua dosa-dosa mereka. Allah berkata kepada para malaikat di dalam hadits qudsi-Nya, menyuruh semua malaikat menyaksikan ummat Muhammad yang menjalankan ibadah sholat Id yangmana semua dosa-dosa mereka diampuni Allah swt. Dan sungguh betapa bahagianya kita karena dosa-dosa kita telah diampuni. Namun beda halnya dengan makhluk ciptaan Allah yang bernama Iblis. Mereka, mereka merasakan kesedihan yang luar biasa karena semua usaha yang telah mereka lakukan untuk membujuk dan merayu semua umat manusia agar terjerumus dalam lingkaran dosa-dosa menjadi percuma lantaran Allah telah mengampuni semua umat Muhammad yang telah bertaubat. Dan saat ini para iblis sedang murka, kembali bersama bala tentaranya membujuk dan merayu umat manusia untuk melakukan perbuatan dosa.

Menuju ke inti dari judul artikel ini, yaitu ulat dan ular yang dijadikan sebagai filosofi di dalam bulan syawal ini. Ulat merupakan salah satu binatang yang dibenci oleh manusia. Kehadirannya selalu disertai dengan kerusakan-kerusakan yang dibuat olehnya. Setiap ada seekor ulat yang terlihat oleh manusia, dia (manusia) langsung membuangnya atau bahkan membunuhnya karena merasa jijik dan membuat kulit terasa gatal apabila tersentuh oleh ulat. Diceritakan, suatu ketika seekor ulat mengadu kepada nabi Sulaiman. Ulat tersebut mengadu kenapa hidupnya begitu malang sekali, semua manusia merasa jijik terhadapnya, dibuang bahkan dibunuh. Lalu dia bertanya bisakah dia menjadi makhluk yang mulia?”. Lalu nabi Sulaiman (atas perintah Allah) menyuruh ulat tersebut untuk berdiam, berpuasa, berdzikir, dan jangan berjalan-jalan, karena di setiap perjalanan yang ia buat, ia akan selalu membuat kerusakan.

Kemudian, ulat tersebut pun berdiam, tidak makan, dan selalu berdzikir kepada Allah hingga ia menjadi kepompong. Teringat semasa kecilku, aku pernah bermain dengan kepompong, aku menyebutnya entong-ntong (red. Jawa), dengan berkata “entong-ntong, endi lor endi kidul?” dalam bahasa artinya “kepompong, mana utara mana selatan?”, lalu kepompong tersebut menggeleng-gelengkan kepalanya. Dan sekarang aku baru berpikir, mungkin kepompong tersebut sedang berdzikir kepada Allah. Lanjut cerita, akhirnya kepompong tersebut menjadi sebuah kupu-kupu. Kini, manusia yang tadinya benci dan jijik terhadap ulat berubah menjadi suka terhadap ulat tesebut yang telah menjadi kupu-kupu. Tidak hanya nama saja yang berubah, makanannya yang semula hanya kotoran-kotoran kini menjadi madu. Subhanallah.

Namun lain cerita dengan hewan yang bernama ular. Ular yang merupakan hewan berdarah dingin dan bersifat karnivora tidak hanya dibenci dan dibunuh oleh manusia akan tetapi keberadaannya selalu ditakuti. Sebab, dengan bisanya dan gigitannya yang beracun menyebabkan manusia kehilangan nyawa. Kita bisa lihat ketika ular berubah, hanya kulitnya saja yang berganti, nama dan instingnya tetaplah ular. Sehingga menyebabkan hewan ini termasuk hewan buas yang ditakuti dan menyebabkan kematian.

Layaknya kita sebagai umat Islam yang telah berpuasa satu bulan penuh untuk jihaadun nafsi berperang melawan hawa nafsu seharusnya tidak berhenti di bulan Ramadhan saja melainkan terus menjaga lisan, hati, fikiran dan tingkah laku dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh sang kholiq di bulan-bulan berikutnya hingga bertemu lagi dengan bulan Ramadhan. Itulah hakikat dari sebuah fitri, kembali ke fitrahnya yakni manusia dalam keadaan suci ketika ia lahir di dunia ini. Bukan malah sebaliknya, setelah keluar dari bulan Ramadhan justru malah mengumbar hawa nafsu, membiarkan lisan, hati, fikiran dan tingkah laku untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang Allah.

Semoga kita tetap diberikan kekuatan untuk terus istiqomah dan meningkatkan taqwa kita kepada Allah swt. hingga bertemu lagi dengan bulan agung yakni bulan suci Ramadhan di tahun berikutnya. Demikianlah sebuah filosofi ulat dan ular di bulan Syawal. Taqabbalallahu minna wa minkum, shiyamana wa shiyamikum, taqabbal ya karim, Ja’alanallahu wa iyyakum minal ‘aidin wal faizin kullu ‘amin wa antum bikhoir. Selamat hari raya Idul Fitri 1 Syawal 1437 H. Mohon maaf lahir dan batin.

0 komentar:

Posting Komentar